Praktik mafia tanah yang menguasai atau merampas tanah secara ilegal memicu terjadinya konflik dan sengketa pertanahan serta menimbulkan banyak kerugian. Untuk itu, pencegahan dan pemberantasan mafia tanah menjadi perhatian serius Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Sebagai fondasi awal, melalui Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Ditjen PSKP), rapat Pra Ops Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan Tahun 2023 diselenggarakan di Ballroom Hotel Grand Mercure, Jakarta, pada 10-12 Mei 2023.
Pada rapat tersebut akan dilakukan pembahasan sebanyak 66 kasus pertanahan. Hal ini bertujuan untuk melakukan kajian awal terhadap kasus pertanahan yang terindikasi adanya tindak pidana; mengetahui kendala dan hambatan dalam menentukan kasus pertanahan terindikasi adanya tindak pidana pertanahan; serta mencari solusi penyelesaian atas segala hambatan dalam menentukan kasus pertanahan terindikasi adanya tindak pidana pertanahan.
Plt. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana dalam pembukaan rapat berharap, kasus-kasus pertanahan di Indonesia bisa segera diselesaikan. “Tahun 2023 ini memasuki tahun keenam dalam pencegahan dan penyelesaian tindak pidana. Saya harap kasus-kasus yang sebelumnya belum terselesaikan, segera selesaikan, jangan menjadi tunggakan tugas. Saya juga berharap, rapat ini untuk pelaksanaannya akan lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan harapannya lebih efektif pada sasaran,” ucapnya pada Rabu (10/05/2023).
Untuk memperkuat upaya pemberantasan praktik-praktik mafia tanah, Plt. Sekjen menginstruksikan Kementerian ATR/BPN khususnya jajaran Ditjen PSKP baik di pusat maupun daerah, bersama jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia, untuk bersinergi menegakkan hukum. Hal ini demi mewujudkan kewibawaan pemerintah, kepastian hukum dan kesejahteraan serta rasa keadilan di masyarakat. Ia meyakini, sinergi tersebut dapat menutup ruang gerak mafia tanah.
Lebih lanjut, Suyus Windayana juga mengimbau agar segala kasus dan tahapan untuk dimasukkan ke dalam sistem sebagai bahan pembelajaran pada penyelesaian kasus lainnya. “Pak Tejo (Direktur Jenderal PSKP, red) punya sistem, harapan saya di entri setiap tahapan, dan semua dokumennya. Jadi semua orang bisa menganalisa terhadap permasalahan itu, jika ada kasus yang sama di suatu daerah, kita bisa melihat bagaimana penyelesaiannya. Jadi, sekarang itu database menjadi sangat penting dan bisa menjadi machine learning,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan, Arif Rachman selaku penanggung jawab rapat turut memberikan pengarahan. Ia menegaskan, memberantas korupsi merupakan tiga tugas utama dari presiden untuk Kementerian ATR/BPN. Namun menurutnya, Kementerian ATR/BPN tidak dapat bekerja sendiri melainkan perlu ada sinergi dari berbagai stakeholder.
“Saya sadar, saya di sini dengan teman-teman Kementerian ATR/BPN tidak bisa bekerja sendiri, harus hand to hand, harus berkoordinasi dan sebagainya. Filosofi yang disebut sinergi sebagai ujungnya berawal dari komunikasi. Saat harap diskusi ini tidak hanya menjadi seremonial, menghabiskan anggaran tanpa output yang jelas, terukur kualitatif dan kuantitatif. Mari kita wujudkan sinergi, bukan hanya teori karena itu hanya akan jadi halusinasi,” ujar Arif Rachman.
Turut serta pada kegiatan ini, para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya Kementerian ATR/BPN dan Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN; para Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama dari pusat maupun daerah dan Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN. Hadir pula dalam rapat, Direktur Tindak Pidana Umum yang mewakili Kepala Badan Reserse Kriminal POLRI; Kepala Bagian Tata Usaha yang mewakili Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum; serta para Direktur Reskrimum POLDA
Disunting dari laman resmi Kemnterian ATR/BPN